Penting!

Tradisi - Tradisi Saparan di Desa Ngablak

Tradisi Saparan di Desa Ngablak

            Islam datang ke wilayah Indonesia khususnya Magelang jauh sebelum Wali Songo datang. Penyebaran islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyebarannya. Walisongo memiliki andil besar dalam penyebaran islam di Tanah Jawa. 
Magelang berada di tengah-tengah pulau Jawa, baik ke  arah timur, maupun arah barat, begitu ke utara maupun ke selatan. Di tengah-tengah itu ada sebuah gunung kecil yang bernama gunung Tidar. Menurut cerita tempat itulah pertama kali seorang Muslim memijakkan kakinya di tanah Jawa dan beliau juga di makamkan di sana.
            Kota Magelang dikelilingi banyak gunung, dan masing-masing warga di sekitar gunung tersebut mempunyai tradisi untuk mengapresiasikan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu dengan mengadakan saparan yang berada di desa Ngablak dan dilaksanakan setiap setahun sekali.
        Bulan Sofar atau lebih dikenal dengan bulan Sapar bagi masyarakat Indonesia khususnya orang Jawa, adalah bulan ke dua dalam penanggalan tahun hijriyah. Di berbagai daerah di pulau Jawa banyak sekali tradisi yang dilaksanakan di bulan sapar ini. Sebut saja saparan di sekitar lereng Gunung Andong. Dari berbagai daerah yang melaksanakan tradisi saparan ini masing-masing mempunyai maksud dan tujuan yang hampir sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Namun secara umum maksud dan tujuan dari pelaksanaan tradisi saparan ini adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa diberi keselamatan dalam  mengarungi kehidupan ini. Di beberapa desa menganggap pelaksanaan tradisi saparan tidak lengkap bila tidak menggelar aneka pagelaran kesenian tradisional. Salah satu kesenian tradisional yang seakan-akan wajib dilaksanakan di beberapa desa adalah wayang kulit, dendangan lagu-lagu jawa, cerita-cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang dikembangkan di masyarakat.
         Bulan sapar bagi sebagian warga merupakan bulan yang dinanti-nanti. Sebagian anak-anak (bahkan juga orang dewasa) menyebutnya sebagai bulan penuh gizi. Mengapa tidak? Pada bulan sapar, sudah menjadi tradisi mereka saling berkunjung. Salah satu rangkaian pelaksanaan tradisi saparan di daerah ini adalah saling mengundang. Biasanya yang diundang adalah saudara dekat, teman, kenalan sampai relasi bisnisnya. Waktu pelaksanaan saparan yang berbeda antara desa yang satu dengan yang lainnya, memungkinkan mereka saling berkunjung. Bahkan tidak jarang mereka juga mengundang saudara atau rekan dari luar kota. Bagi sebagian warga yang sedang merantau diluar kota juga menyempatkan untuk pulang kampung sekedar merayakan saparan ini.

Beberapa Acara dalam Tradisi Saparan
1   Sabelum acara saparan dimulai ada ‘nyadran’, yaitu acara bersih-bersih ke makam, itu  tujuannya selain warga bisa berkumpul bersama juga sebagai kebersamaan karena kalau dilakukan sendiri-sendiri akan merasa berat. Nyadran dilakukan karena makam-makam didusun tidak dikasih nisan, hanya sebatang kayu, jadi kalau tidak dibersihkan maka akan tumbuh rumput dan lama kelamaan kalau tidak dibersihkan nanti akan hilang. Acara seperti itu tidak harus, misalkan tidak dilakukan juga tidak apa-apa. Selang sehari kemudian diadakan pengajian umum yang dilaksanakan pada siang hari setelah waktu Dzuhur.
2   Pada malam hari sebelum acara inti, para warga berkumpul di rumah bapak bayan (dukuh) untuk memanjatkan do’a kepada Yang Maha Esa, di mulai dengan berdo’a bersama acara sesaji yang didalamnya ada beraneka macam makanan dan minuman, itu semua mempunyai makna, kata sesaji itu berasal dari kata ‘ngajeni’ yaitu dengan mendatangkan orang-orang untuk ngaji bersama setelah selesai mereka di’ajeni’ atau dijamu dengan makanan-makanan yang ada dalam sesaji tersebut. Jadi sesaji itu bukan dipersembahkan buat makhluk halus, melainkan untuk diri sendiri, kalau misalkan tidak dilakukan akan mendatangkan bahaya, hal seperti itu tidak di benarkan kalau memang demikian justru harus diluruskan.
3.   Acara puncak, yaitu dari keluarga tokoh masyarakat, mendatangkan sanak saudara dan mengundang warga lain yang bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi dan bisa berkumpul bersama dengan disuguh sebuah kesenian daerah. Acara puncak ini juga dihadiri oleh warga lain desa, kebanyakan mereka bertujuan hanya untuk mencari keramaian.

Hal-hal yang perlu ditinjau ulang menurut kami: terutama dalam hal penjamuan, karena sangat berlebihan dalam menjamu, hampir rata-rata satu kepala keluarga bisa menghabiskan uang sebesar satu juta rupiah dalam satu hari, itu akan diraskan begitu beratnya bagi mereka yang bisa dikatakan warga yang kurang mampu dengan harus mengeluarkan dana sebesar itu, mungkin dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka sudah berjuang dengan susah payah, apalagi harus ditambah dengan beban biaya yang lebih berat. Dari pihak yang diundang pun mereka harus bergantian mengundang, apabila di dusunnya ada saparan, itu juga akan menambah beban seperti mempunyai ikatan.

Itu yang dapat kami sampaikan dari pengaaman kami mendatangi acara saparan. Semoga bermanfaat yaaaa J

Luv


No comments:

Post a Comment